Pertemuan para ilmuwan luar negeri yang diprakarsai oleh Persatuan Pelajar Indonesia seluruh dunia (PPI-Dunia) di Den Haag, pada 3-5 Juli 2009 lalu telah melahirkan Ikatan Ilmuwan Indonesia Internasional (I-4) yang merupakan jembatan bagi ilmuwan Indonesia, dalam dan luar negeri, untuk saling bersinergi dan berkontribusi bagi kemajuan Indonesia. Maka tidak berlebihan jika pertemuan ini telah menandai awal kebangkitan ilmuwan Indonesia dan akan menjadi bagian dari sejarah sebagaimana pada 1928 pemuda Hatta, dan Syahrir mengagendakan pertemuan untuk merumuskan kemerdekaan Indonesia.
Salah satu rekomendasi yang lahir dari pertemuan ini [1] adalah bahwa seluruh elemen bangsa harus yakin bahwa ilmu pengetahuan (sains) adalah solusi kemandirian bangsa dengan didukung oleh kemandirian teknologi. Ini adalah sebuah rekomendasi yang bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah dan murni lahir dari pemikiran putra-putra Indonesia yang ahli di bidangnya.
Percaya bahwa Sains adalah Solusi
Indonesia memiliki jutaan ragam sumber daya alam hayati dan non-hayati yang sangat potensial untuk menjadi sumber kekayaan negara. Diprediksikan bahwa jika beberapa saja di antaranya dikembangkan lebih serius maka sangat mungkin mampu melunasi hutang negara hanya dalam satu atau dua tahun [2]. Namun kondisi mereka kini begitu mengkhawatirkan dari yang dulu jumlah kehilangan spesies hanya 1 spesies/tahun kini menjadi 100 spesies/tahun karena penebangan dan kebakaran hutan. Para ilmuwan mengatakan, sekali spesies hilang/mati maka tidak dapat dihidupkan/diciptakan lagi. Maka sangat wajar jika paneliti akan selalu berteriak keras agar kondisi ini perlu segera diperhatikan. Mereka mengharapkan agar ada perhatian lebih terhadap sains dasar (basic science) jika Indonesia ingin maju dan tetap survive dengan ragam cadangan pangan masa depan meski bencana alam seperti global warming terus mengancam.
Ilmuwan, pemerintah dan masyarakat harus lebih komit lagi untuk saling membantu dan bekerja sama. Tugas ilmuwan adalah meyederhanakan sains dan teknologi sehingga lebih mudah dipahami oleh masyarakat dan penyelenggara negara. Tidak perlu memperdebatkan dikotomi teknologi tepat guna maupun teknologi tinggi (high technology). Keduanya diperlukan untuk kemajuan Indonesia. Yang terpenting adalah meningkatkan perhatian, kepahaman dan penghargaan masyarakat dan negara tentang sains dan teknologi.
Langkah berikutnya adalah mempublikasikan seluruh keberhasilan penelitian sebanyak-banyaknya. Peran serta media massa sangat diharapkan untuk mewartakan berita keberhasilan tersebut dalam porsi lebih banyak. Apapun dan di mana pun berita negatif selalu akan melahirkan pesimistis terhadap usaha kemajuan yang sedang dirintis. Intinya, bahwa berita negatif harus selalu dibahasakan sebagai berita kritis yang membangun.
Langkah berikutnya adalah negara memberikan penghargaan dengan insentif lebih dari cukup kepada para peneliti. Kenyamanan hidup mereka adalah investasi besar sains dan teknologi masa depan. Menurut Helsinki Times, Edisi cetak 2-8 Juli 2009 [3], Finlandia telah dinobatkan oleh UK Science Journal sebagai salah satu tempat paling menarik bagi peneliti seluruh dunia. Pada saat yang bersamaan, Helsinki mendapat penghargaan sebagai salah satu kota terbaik dunia (most liveable cities) setelah Vancouver, Sydney, Perth, Melbourne, Calgary dan Toronto. Keberhasilan ini tidak lepas dari perhatian pemerintahnya yang selalu memberikan jaminan kualitas layanan terbaik dan kemudahan dana penelitian.
Kemandirian Teknologi
Kemandirian dalam teknologi bisa dicapai ketika hasil karya peneliti kita menempati posisi yang utama, sedangkan teknologi asing sebagai suplemen atau tambahan. Kondisi ini bisa dicapai jika pemerintah berani memakai produk teknologi dalam negeri daripada teknologi asing. Jepang yang selalu tampil percaya diri dengan teknologi dalam negerinya dapat dijadikan contoh. Misalnya untuk telekomunikasi, ada Personal Handyphone System (PHS), Code Division Multiple Access (CDMA) [4], dan yang terkini adalah televisi (TV) digital [5]. Jepang berani tampil beda dengan sistem TV digitalnya, tidak mengekor pada Eropa maupun Amerika Serikat tetapi memiliki kinerja (performance) yang meyakinkan.
Masalah kemandirian teknologi hanyalah pada keyakinan dan ketidakyakinan. Ketidakyakinan inilah sumber kegagalan. Memang benar bahwa keyakinan yang tidak disertai alasan yang logis hanya melahirkan utopia dan angan-angan. Tetapi, keyakinan yang didasarkan pada adanya potensi yang dimiliki, antara lain Sumber Daya Alam (SDA) dan Sumber Daya Manusia (SDM) adalah sebuah keyakinan yang begitu logis namun sering dilupakan. SDM Indonesia baik di dalam maupun di luar negeri tidak kalah dengan SDM negara lain. Putra-putri Indonesia puluhan kali meraih penghargaan dari luar negeri dan SDM Indonesia yang di luar negeri juga terus berprestasi di bidang mereka. Maka tidak ada alasan untuk tidak percaya potensi SDA dan SMD Indonesia. Maka benarlah pesan sebuah film animasi The Kungfu Panda, “There is no secret ingredient, just believe”.
Kemandirian Energi
Saat ini, ilmuwan seluruh dunia tengah berlomba mencari energi alternatif tebarukan karena cadangan energi minyak dan gas (migas) yang semakin menipis. Menurut laporan Dewan Energi Nasional pada simposium internasional tahun 2009 di Den Haag, Belanda, cadangan gas Indonesia akan habis dalam 80 tahun ke depan sedangkan cadangan minyak hanya cukup untuk 19 tahun lagi. Maka teknologi untuk menggunakan sumber energi terbarukan mau tidak mau harus dimulai saat ini juga.
Seluruh sektor kehidupan harus berusaha menemukan teknologi terbarukan sedini mungkin, termasuk misalnya sektor teknologi telepon selular. Terkait dengan ini, para peneliti Nokia sedang mengembangkan handphone (hp) masa depan yang mampu mengisi baterai secara mandiri (tanpa dihubungkan ke sumber listrik) dengan cara mengubah gelombang radio yang ada di sekitarnya menjadi energi listrik. Gelombang lemah ini bisa berupa sinyal televisi, sinyal radio, dan bahkan sinyal hp orang lain yang konstan ada di sekitarnya.
Masih menurut Helsinki Times Edisi Cetak 6 Juli 2009, beberapa peneliti di Nokia telah mampu menangkap sinyal wireless dan mengubahnya menjadi energi (power) sekitar 5 miliwatts. Padahal ketika hp dalam keadaan stand by, minimal memerlukan energi sekitar 20 miliwatts. Kesimpulannya, Nokia perlu sedikit usaha lagi untuk meningkatkan tangkapan energi ini menjadi 20 miliwatss, bahkan kalau bisa diharapkan energi sebesar 50 miliwatts bisa ditangkap dari udara.
Ide ini sedikit berbeda dengan transmisi energi untuk menyalakan bola lampu maupun untuk Radio Frequency Identification (RFID). Di sini hp tidak menangkap energi yang sengaja ditransmisikan oleh peralatan lainnya (seperti pada RFID) akan tetapi menangkap energi apapun di udara yang tidak terpakai. Maksudnya, sebuah peralatan penerima, umumnya hanya menangkap sinyal yang frekuensinya sesuai sehingga sinyal lain yang tidak memiliki frekuensi yang sesuai akan difilter atau dibuang. Untuk menangkap semua sinyal di udara, antena dan rangkaian penerima (receiver) di dalam handphone harus direkayasa (design) sedemikian sehingga mampu menangkap spektrum frekuensi sebanyak mungkin lalu mengubahnya menjadi arus listrik. Konsep ini begitu menantang sebagai teknologi masa depan, yang harus diteliti oleh para ilmuwan dunia termasuk Indonesia.
Kesimpulan
-
Pemerintah, industri dan seluruh elemen masyarakat harus percaya bahwa untuk menuju Indonesia yang mandiri, sains dan teknologi adalah solusinya.
-
Para ilmuwan harus mampu menyederhanakan sains dan teknologi yang mereka kuasai agar lebih mudah dipahami dan diterapkan oleh Negara dan masyarakat.
-
Para ilmuwan Indonesia di luar dan terutama di dalam negeri harus diberikan penghargaan yang tinggi sehingga mereka fokus pada penelitian di bidangnya untuk menghasilkan karya yang bermanfaat tinggi untuk bangsa dan negara.
-
Penelitian dan uji coba sumber energi terbarukan harus dimulai dari sekarang.
Daftar Pustaka
-
Rekomendasi Simposium Internasionvsxal PPI se-Dunia, Juli 2009 (segera dipublikasikan).
-
Endang Sukara, “Strategic position and role of Indonesia as bega biodiversity country on global food security and health at the 21st century – how to play with”, Indonesian Institute of Science, Den Haag, SI-2009, July 2009.
-
The Helsinki Times, Edisi cetak 6 Juli 2009.
-
K. Anwar, Peak Power Reduction of Multicarrier System for Satellite and Radio Communications, PhD Thesis, Nara Institute of Science and Technology, Maret 2008.
-
K. Anwar, Menyongsong Era TV Digital, Portal Online Beritaiptek.com, Januari 2006.
0 komentar:
Posting Komentar